Paradigma Teori dalam Pendekatan Penelitian [1]

PENGANTAR

Paradigma teori memuat karakteristik khas tentang kehidupan sosial atau realitas sosial atau kehidupan sosial. Beberapa paradigm teori yang telah penulis turunkan sebelum tulisan ini antara lain teori fungsionalisme (fungsionalisme struktual), teori konflik, perubahan sosial, interaksionisme simbolik atau interaksionisme sosial, analisis isi (content analysis) kritik sosial atau kritik ideologi. Paradigma di atas nantinya disebut sebagai teori sosiologi tradisional atau konvensional menyusul munculnya sosiologi fenomenologi. Sosiolgi fenomenologi menyebut pendekatan risetnya dengan pendekatan subyektif dilawankan dengan pendekatan obyektif yang telah lazim dipakai dalam sosiologi tradisional. Fokus penelitian sosiologi fenomenologi adalah struktur kesadaran. setiap warga yang terlibat aktif dalam proses kehidupan sosial atau proses sosial atau reproduksi sosial atau interaksi sosial memiliki sudut pandang (point of view) yang bermuara dari kesadaran diri. Setiap individu menyadari peran diri dalam lingkungan social di mana dia menjadi bagiannya.

Memilih paradigm teori fungsionalisme

Mungkin sebuah pertanyaan harus dimunculkan terlebih dahulu, kira-kira demikian, kondisi kehidupan sosial seperti apa yang akan diteliti. Apakah kehidupan sosial yang berada dalam kondisi stabil, harmoni, ekuilibri, tidak ada gejolak, ketegangan, perdebatan, perselisihan Jika demikian, maka paradigma teori yang dipilih sebagai pendekatan penelitian adalah teori fungsionalisme atau fungsionalisme struktural. Pada awal pertumbuhannya, teori ini tidak memberikan perhatian terhadap konflik sosial maupun perubahan sosial. Akan tetapi dalam perkembangannya, fungsionalisme memberikan perhatian terhadap masalah perubahan. Talcott Parsons membahasnya dalam “A Functional Theory of Change”, sementara Francesca Cancian dalam “Functional Analysis of Change”. Karena itu, teori fungsionalisme dapat digunakan sebagai pendekatan penelitian terhadap kehidupan sosial yang di dalam ada perubahan dan juga mengalami perkembangan.
Kata fungsi menjelaskan suatu aktivitas sosial atau satu item budaya (pertanian atau pendidikan) yang memenuhi kebutuhan: kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan kognitif, intelektual, emosional, spiritual. Ia juga berarti memenuhi harapan dan memberi manfaat. Kata inilah yang nanti diangkat oleh Malinowski ke tingkat ilmiah dalam bentuk konstruk teori yang lazim dikenal dengan “fungsionalisme”. Dalam perkembangannya, fungsionalisme memandang lembaga sosial sebagai sarana kolektif memenuhi kebutuhan individu seperti lembaga pendidikan, koperasi, perbankan, hukum, perusahaan dll.
Fungsi dan struktur ini lazim digunakan dalam ilmu biologi, lalu digunakan juga dalam ilmu-ilmu sosial. Setiap unit dalam sebuah struktur memiliki partisipasi secara fungsional bagi kelangsungan dan kelestarian struktur. Dalam biologi, unit tangan, unit kepala, unit badan, unit kaki. Werner melihat struktur sosial sebagai “suatu sistem pengelompokan yang formal maupun informal yang di dalamnya ada aturan-aturan perilaku sosial bagi para individu” . Sementara Radcliff-Brown berpendapat bahwa struktur sosial adalah suatu jaringan atau suatu sistem relasi sosial termasuk relasi klas-klas sosial yang berbeda-beda dan peranan sosial.
Di samping digunakan untuk meneliti struktur sosial tertentu, semisal lembaga pendidikan, ekonomi, organisasi sosial politik, keagamaan, teori ini juga dapat digunakan untuk meneliti masyarakat. Parsons menyatakan bahwa salah satu tugas sosiologi adalah menganalisis masyarakat sebagai satu system sosial dalam mana terjadi interelasi berbagai variable yang berbeda-beda secara fungsional. Apa yang dikehendaki dengan berbagai variable yang berbeda-beda antara lain seperangkat norma, tata nilai, keyakinan, simbol, peran, struktur yang arahnya mmeberi gambaran tentang karakteristik suatu masyarakat. Dalam bahasa Parsons, “ the central task of sociology is to analyse society as a system of functionally interrelated variables; the different set of norms, values, beliefs, symbols, roles, structures which are the characteristic of social system”. Sudah tentu, cakupan variable itu termasuk agama, adat istiadat, budaya khas, bahasa lokal, kebijakan lokal (local wisdom), keluarga, media yang masing-masing member sumbangsih dalam kehidupan masyarakat sebagai sistem. Tulisan awal Malinowski bahkan telah mengurai masalah kebutuhan akan pemimpin dan kebutuhan ini melahirkan kebutuhan adanya mekanisme pergantian pimpinan lengkap dengan aturan-aturannya.
Parson juga mengembangkan teori peran dengan mengemukakan teori “peran-peran yang berbeda-beda dalam kehidupan kolektif di mana masing-masing secara fungsional memberikan sumbangsih bagi keharmonisan institusi.
Penulis mohon ijin masuk ke dataran praktis, seseorang mempraktekkan penelitian terhadap satu msyarakat tertentu; yakni masyarakat sebagai sistem sosial; apa yang harus didahulukan, menganalisis ataukah menjelaskan. Tulisan yang bersifat praktis ini ingin menekankan bahwa analisis dan penjelasan merupakan dua item yang berbeda.
Dalam aktivtas menggali dan mengumpulkan data, sering ditemukan konsep “coding dan reduksi”. Konsep ini berarti membuat kode-kode yang sesederhana mungkin agar tidak menyulitkan Contoh membuat kode data yang sulit, misal, data tentang noumena; data tentang dialektika Hegelian, data tentang dekonstruksi, data tentang entitas supra individual. Data ini semua sebenarnya dapat direduksi sehingga memudahkan bagi peneliti dan juga bagi orang lain yang mempertanyakan kumpulan data peneliti. Data tentang noumena diganti dengan “keyakinan pada hal-hal gaib; data tentang dialektika Hegelian diganti dengan “proses dinamika”; data tentang dekonstruksi diganti dengan “pasangan yang berlawanan” (oposisi binar), data tentang entitas supra individual diganti dengan data tentang masyarkat penutur.
Ketika peneliti telah memahami teori bahwa masyarakat sebagai sistem sosial dianalisis atau diurai sebagaimana diungkap di atas, peneliti terbantu dalam membuat koding yang bersifat sederhana, misal, “data tentang norma, tata nilai, adat istiadat, keyakinan; data tentang peran, status, struktur, data tentang pimpinan, data tentang mekanisme pergantian, data tentang aturan-aturan.. Karena itu sering dinyatakan bahwa kegiatan menganalisis data dapat dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan data sekaligus. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah upaya menjelaskan data yang telah dianalisis tersebut. Peneliti lalu melaporkan hasil penelitiannya. Ia memunculkan satu bab dengan judul “Mekanisme Pergantian pimpinan”. satu bab lagi diberi judul “Bertahan di atas tradisi”; lalu satu bab lagi “Tradisi dalam proses modernisasi”, satu bab lainnya “kehidupan beragama”, dstnya sesuai dengan lingkup penelitian.

Bagaimana menemukan masalah.
Dalam studi budaya, cara berfikir fungsionalisme ini mencurahkan perhatiannya kepada hubungan antar variable dari kebudayaan sebagai konsep yang bersifat lebih utuh (Schoorl, 1984; 89) . Bronislaw Malinowski (1884-1942), sarjana antropologi perintis teori fungsionalisme, meneliti fungsi tradisi dalam masyarakat yang tinggal di pulau Trobriand. Teori fungsional yang dia rintis didasarkan asumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat. Ini berarti bahwa setiap pola tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan, setiap keyakinan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayan dalam suatu masyarakat memiliki fungsi yang mendasar dalam kebudayaan. Menurutnya, fungsi dari budaya adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar atau kebutuhan sekunder. Misal, kebutuhan dasar terhadap pangan (makan, minum) memunculkan kebutuuhan adanya kerja sama, mengadakan organisasi-organisasi sosial dan pengawasan sosial guna menjamin kelangsungan kerja sama (Ihromi, 1984; 59-60) .
Beberapa konsep dalam teori fungsionalsme struktural:
1. Postulat,
2. Disfungsi, uefungsi,
3. Fungsi laten, fungsi manifest,
4. Prasyarat fungsional
5. IUR dan UIR; ( intended but unrecognized; unintended but recognized
6. Unintended consequences,
7. Padanan fungsional (functional equivalent)
8. Struktur konkrit, struktur analitik,
9. Structural properties (karakteristik struktural),
Konsep-konsep di atas memberi bantuan peneliti menemukan permasalahan yang layak secara akademik untuk diteliti. Misal, ditengarai ada fungsi laten yang menggejala di sebuah lembaga tertentu. Latent, manifest; UIR dan IUR functions. Konsep fungsi manifest dan laten diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa karang taruna tidak dimanfaatkan oleh partai politik tertentu untuk tujuan melestarikan kepentingan? Istilah fungsi manifes dan laten dikaitkan unit-unit fungsional tertentu atau organisasi tertentu Latent, manifest; UIR dan IUR functions and structures (unintended but recognized; intended but unrecognized)
- Istilah-istilah di atas diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa pembentukan karang taruna tidak menyembunyikan maksud tertentu? Karang taruna hendak dimanfaatkan untuk kendaraan politik atau untuk tujuan melestarikan kepentingan?

Pada lazimnya, sebuah lembaga memanifeskan secara gamblang visinya, misinya, tujuannya, target, tupoksi dan semacamnnya sehingga mudah dipahami oleh semua pihak. Sedangkan fungsi laten adaladh sesuatu yang tersembunyi dalam arti tidak dimaneskan. Pertanyaan apakah fungsi lembaga pengadilan, kejaksaan, kepolisian, perpajakan, pendidikan sangat mudah dibaca dalam AD/ARTnya. Tetapi dalam dataran praktis, ditengarai ada beberapa bentuk tindakan yang mwngarah pada fungsi laten dan seorang peneliti bahkan telah mencium gejala markus, markum dan sejenisnya.
Konsep IUR dan UIR berhubungan dengan manifest dan laten dan karena itu dapat membantu peneliti menemukan permasalahan. Ada sesuatu yang intended (dikehendaki) tetapi unrecognized, tidak dapat diterima atau diakui oleh para anggota yang lain yang ada dalam lembaga itu. Contoh, musyawarah desaa mensepakati anggaran rehab kantor desa sejumlah sekian rupiah dan dana ini sebagian dikumpulkan dari warga desa melalui sumbangan semua warga dari dua juta sampai sepuluh juta rupiah. Ada seseorang bertekad memanfaatkan kondisi ini. Dia membuat daftar penyumbang dan mengumpulkan sumbangan tanpa melaalui surat resmi, toh semua warga tahu bahwa desa sedaang menghendaki sejumlah dana untuk rehab kantor. Desa memang benar membutuhkan sekian dana namun, perbuatan seseorang di atas tentu tidak akan diakui oleh para pamong desa maupun warga desa. Bisa jadi, orangtersebut dipanggil untuk diberi peringatan keras meskipun dia punya logika bahwa desa sedang menghendaki sejumlah dana melalui sumbangan para warga desa.
Konsep lain adalah konsekwensi yang tidak dikehendaki (unintended consequences). Dalam proses interaksi sosial, misalnya interaksi guru murid. Guru menunaikan tugas fungsionalnnya sebagai pendidik yang mentransfer pengetahuan, skill maupun sopan santun etis kepada para murid. Namun dia menjumpai ada satu murid yang sangat nakal. Guru telah sering member teguran tetapi kenyataannya sia-sia. Ada satu kali waktu di mana guru bertindak tidak sekedar menegur dengan kata-kata. Dia mendekati murid tersebut lalu menjewer telinganya. Tindakan ini dia lakukan dengan tujuan anak muridnya ini menghentikan atau mengurangi kenakalannya. Esok harinya, dating sejumlah warga berbodong-bondong memprotes tindakan guru yang kasar kepada muridnya dan mendesak kepala sekolah agar segera memindahkan guru tersebut. Inilah gambaran tentang konsekwensi yang tidak dikehendkai. Sang guru yang bertindak menjewer muridnya, sebenarnya, bertujuan agar kenakalan muridnya berhenti atau berkurang, tetapi kenyataan yang diterima tidaklah sesuai dengan apa yang dia kehendaki.
Tentang tiga postulat dalam teori fungsionalisme. Tiga postulat itu adalah:
1. Functional unity in society,
2. Func tional universalism,
3. Indispensibility.
Tiga postulat di atas dapat dijabarkan menjadi hipotesis untuk kepentingan penelitian lapangan. Postulat pertama menjelaskan demikian, bahwa setiap aktivitas sosial atau item budaya yang terstandard secara fungsional menyatu dalam masyarakat. Artinya, item budaya atau aktivitas sosial itu diterima masyarakat. Masyarakat tidak memperotes aktivitas tertentu itu, missal aktivitas TPQ yang mengajarkan baca tulis al-Quran, play group, kelompok belajar.Sebaliknya aktivitas atau item budaya yang diprotes atau tidak dapat diterima masyarakat semisal togel, sabu-sabu, pemalsuan produk. Contoh terakhir ini memang jelas-jelas sesuatu yang dilarang. Namun masih ada sejenis aktivitas yang tidak terstandard, di sisi lain, secara hukum tidak ada ketegasan larangan, missal, aktivitas sekelompok anak muda gang motor yang setiap malam minggu berkumpul dan mengadakan semacam balapan. Contoh lain, ada sejumlah anak siswa pada jam belajar aktif malah be rkeliaran di perbelanjaan atau ditempat lain. Dua contoh aktivitas terakir ini jelas sulit diterima oleh masyarakat, namun secara hukum, dua aktivitas itu tidak melanggar hukum.
Postulat kedua berarti bahwa item budaya atau aktivitas sosial terstandard itu membberi fungsi positif dalam makna memeberi manfaat dan karena itu diterima oleh masyarakat. Potulat yang ketiga juga terkait dengan yang pertama dan yang kedua. Karena memberi fungsi positif maka item budaya itu diperlukan dan dibutuhkan.
Postulat dalam teori fungsionalisme membantu peneliti menemukan permasalahan. Demikian pula halnya dengan disfungsi. Adakah ditemukan sesuatu yang disfungsi dan bagaimana kebijakan institusi mengatasi tenaga kerja yang ditengarai disfungsinal. Tenaga itu secara umum sudah integrative dan adaptif dengan tugas yang dibebankan kepadanya, namun, seiring perkembangan budaya dan teknologi modern, dipandang ada lubang lubang kekurangan.
Disfungsi juga berarti demikian, seperangkat aturan ini fungsional bagi murid, tetapi disfungsional bagi karyawan administrasi, fungsional bagi karyawan tetapi disfungsional bagi guru, fungsional bagi staf tetapi disfungsional bagi direktur atau sebaliknya, fungsional bagi direktur tetapi disfungsional bagi staf.

Permasalahan lain yang mungkin juga layak diteliti adalah:

1. Kondisi apa yang dihasilkan oleh aktivitas yang telah dikerjakan selama ini yang dapat temukan? Ini persoalan tentang apakah fungsi ini atau itu telah menghasilkan sesuatu?.
2. Ketika proses fungsional tengah berlangsung, kondisi-kondisi apa yang dapat ditemukan? apa ada perubahan, dan pengembangan?
3. Di samping perubahan dan pengembangan, masalah lain yang dapat diteliti saat proses fungsional berlangsung adalah prasyarat fungsional yang terkait dengan tenaga; tenaga pendidik dan tenaga administrasi. Apakah semua tenaga menunaikan tugas fungsionalnya memenuhi norma yang berlaku? Apakah integrasi normatifnya dapat diukur? Apakah integrasi fungsionalnya dapat dikukur. Misal, secara normatif ditetapkan bahwa tatap muka satu pelajaran dalam satu semester 15 kali. Apakah kualitas integrasi guru terhadap norma tatap muka ini terpenuhi? Apakah ada yang kurang integratif? Demikian pula dengan integrasi fungsional yang mencakup di dalamnya kualitas ajar atau materi ajar? Masalah integrasi, adaptasi adjustment tidak hanya sebatas untuk meneliti tenaga pendidik melainkan juga dapat digunakan untuk meneliti tenaga administrasi Apakah kualitas adjusment atau adaptive dalam sebuah struktur sosial dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan struktur dan masyarakat

4. Apakah ada program unggulan? sebagai keistimewaan atau ciri khas dari lembaga ini? Apa dapat diukur kualiats unggulannya? Apakah prasyarat fungsional terpenuhi dalam program unggulan?

5. Tentang teori strukturasi. Teori ini digagas oleh Anthony Giddens dalam bukunya “ Central Problems in Social Theory” .Teori ini mengkaji atau meneliti “structural properties” yakni segala sesuatu yang melekat atau menjadi milik struktur dan menekankan perhatiannya lebih kepada . rules dan resource. Rules adalah aturan-atursn yang dimiliki oleh sebuah struktur, sedangkan resource menunjuk kepada power, otoritas, dominasi, legitimasi, alokasi, penempatan sdm secara tepat, jaringan kerja, yakni segala hak milik yang melekat dalam suatu struktur. Menurut teori ini, ruler dan resources digunakan oleh para pelaku dalam proses reproduksi sosial yakni melalui interaksi, iterrelasi dan atau interdependensi satu dengan lainnya. Giddens mengnalisis structural properties antara lain rules, interaksi, modalitas sanksi, skema penafsiran, power, dominasi, ideologi, peranan, perubahan, historisitas, jaringan kerja. Analisis ini juga dilengkapi dengan penjelasan secukupnya.

6. Pengayaan wawasan
.
Struktur konkrit, analitik, ideal dan aktual, institusi.
Struktur konkrit didefisnisikan sebagai abstraksi teoritik yang berguna untuk membedakan secara fisik satu struktur dari struktur lainnya. Struktur fisik makhluk hidup berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Secara fisik, struktur manusia berbeda dari hewan. Hewan pun masih dapat dibeda-bedakan karena struktur fisiknya. Inilah yang dimaksud dengan struktur konkrit. Jika konsep ini diterapkan untuk fenomena sosial, maka konsep ini menunjuk pada bangunan fisik sebagai tempat di mana relasi-relasi sosial berlangsung di sana. Rumah tangga adalah struktur konkrit sebagai tempat tinggal keluarga di mana relasi sosial terjadi di dalamnya. Rumah tangga untuk sebuah keluarga berdiri di satu tempat tertentu terpisah dari rumah tangga lainnya. Demikian pula organisas-organisasi sosial, lembaga-lembaga sosial baik negeri maupun swasta dan beberapa partai politik. Mereka memiliki tempat (kantor) yang secara fisik terpisah antara satu lembaga dari lembaga lainnya.
Di sisi lain, struktur konkrit juga menunjuk pada struktur tindakan sosial para anggota atau para individu dalam suatu unit atau dalam suatu lembaga atau dalam suatu masyarakat. karena masyarakat adalah struktur konkrit yang menempati suatu daerah tertentu (desa, kampung, perumahan) yang terpisah secara fisik dari mayarakat lainnya.
Struktur tingkah laku antar anggota dalam lembaga-lembaga tersebut diatur dan ditentukan sedemikian rupa dalam melakukan kontak sosial, misal, dialog, konsultasi, protes, bertanya, instruksi, kordinasi, pembagian tugas, rapat kerja, rapat pimpinan, kemitraan dll. Struktur tingkah laku demikian ini disebut juga dengan pola-pola tingkah laku.
Struktur konkrit dibedakan dari struktur analitik. Tetapi sebelum membicarakan struktur analitik, ada baiknya terlebih dahulu membicarakan aspek ekonomi, aspek politik, aspek agama, aspek pendidikan yang terdapat dalam fenomena sosial. Aspek-aspek ini semua bisa saja menjadi bahan diskusi atau pembicaraan serius dalam sebuah struktur konkrit. Karena itu, meskipun aspek-aspek ini tidak mempati tempat tertentu dalam masyarakat, namun aspek-aspek ini ada, eksis dan menjadi bagian dari pembicaraan sehari-hari di warung, di rumah, di masjid, di lembaga-lembaga tertentu. Aspek-aspek inilah yang diwadahi dalam konsep “struktur analitik” untuk dibedakan dari aspek konkrit. Sudah tentu struktur analitik ini bisa dikonkritkan menjadi struktur konkrit atas inisiatif para individu yang berkepentingan.
- Struktur analitik didefinisikan sebagai struktur (pola tindakan) yang menegaskan adanya berbagai aspek yang secara fisik-konkrit tidak terpisah-pisah antara satu aspek dari aspek lainnya.
Institusi. Institusi didefinisikan oleh Talcott Parson sebagai “suatu pola normatif” (any normative pattern) dalam sistem sosial yang sama secara umum (misal, dalam lembaga kepramukaan, LSM, lembaga profesional, partai politik dll; di dalamnya berlaku norma-norma khas seperti norma untuk dipilih menjadi ketua, menjadi direktur, menjadi rektor dll). Bisa menyesuaikan dengan norma-norma itulah yang diharapkan dan sebaliknya, jika tidak sesuai norma yang diharapkan akan menimbulkan rasa kecewa atau amarah.
Struktur ideal dan aktual. Struktur ideal didefiinisikan sebagai struktur-struktur ideal yang para warganya dalam suatu sistem seharusnya merasa tingkah lakunya merupakan bagian dari struktur tersebut. Ide-ide, gagasan-gagasan, rencana-rencana, jadwal kegiatan adalah gambaran struktur ideal yang terdapat di dalam diri kita baik apakah struktur itu kita sendiri yang menyusun ataukah pihak lain yakni lembaga di mana kita bekerja. Ide-ide tersebut lazim telah tersusun tertib, misal, jam sekian kita menyelesaikan ini, lalu mengerjakan pekerjaan lainnya, selanjutnya mengerjakan atau membantu atasan, kemudian kordinasi, rapat untuk mengevaluasi dan seterusnya. Jadwal kerja hari esok umumnya juga telah tersusun (terstruktur); pertama menghadiri upacara pembukaan pelatihan kerja, kemudian meneruskan sisa perkerjaan kemaren, lalu menghubungi unit puskom menanyakan apakah SK kepanitiaan sudah siap untuk ditanda tangani dan seterusnya.
Struktur aktual didefinisikan sebagai struktur-struktur aktual di mana para warga dalam sebuah sistem secara faktual bertingkah laku atau bekerja yang secara obyektif dapat diobservasi dan digambarkan dengan menggunakan teori ilmiah. Generalisasi di bawah ini terkait dengan kedua konsep tersebut untuk kepentingan membuat analisis yang relevan. Pertama, setiap orang bisa melakukan pemilahan antara struktur ideal dengan struktur aktual. Kedua, pola-pola ideal dan aktual dalam sebuah sistem tidak pernah bisa sesuai sepenuhnya (sering terjadi tingkahlaku aktual yang tidak sesuai dengan pola yang ideal disebabkan oleh satu dan lain hal). Ketiga, para anggota dalam sebuah sistem memiliki kesadaran bahwa secara faktual struktur ideal dan aktual tidak pernah sesuai sepenuhnya. Keempat, berbagai sumber penyebab terjadinya kesenjangan dan atau ketegangan yang muncul dalam sistem sosial secara faktual dikarenakan struktur ideal dan aktual tidak bisa sepenuhnya sesuai. Kelima, tidak jauh berbeda dari generalisasi keempat, bahwa beberapa kemungkinan terjadi integrasi dalam sebuah sistem sosial secara faktual juga disebabkan oleh struktur ideal dengan aktual yang tidak bisa sepenuhnya sesuai (cf. kaidah fiqhiyah, ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh). Keenam, tidak terjadinya kesesuaian antara struktur aktual dengan ideal sepenuhnya tidak bisa dijelaskan dari ada “hipokrit” (kemunafikan) sebagai satu-satunya penjelasan. Ketujuh, untuk terpenuhinya kesesuaian struktur aktual dengan ideal dibutuhkan sejumlah pengetahuan, motivasi tinggi dari semua anggota sistem memberikan perhatian terhadap terciptanya situasi yang aktual-ideal.

Surabaya, 22-03-2010
a.khozin afandi

0 comments:

Post a Comment