Penelitian Kuantitatif; Riset dan Survey

Designing and Conducting Survey Research: A Comprehensive Guide (Jossey Bass Public Administration Series)Riset ekperimen dan survei merupakan dua metode penelitian kuantitatif. Dua metode tersebut pernah mengalami kejayaan di panggung sejarah penelitian utamanya antara 1950-1960 sempat menggeser penelitian kualitatif rintisan Malinowski atau Elton Mayo, tulis Wikipedia. .Eksperimen dan survei adalah riset hypothesis testing (uji hipotesis.). William C. Levin (1991; 41-42) membedakan dua bentuk hipotesis; descriptive hiphotesis, lazim dipakai dalam riset survei, sedangkan eksperimen menggunakan causal hiphotesis (John Creswell,1994; 10-11) . Survei sering menggunakan sample sebagai representasi dari populasi sementara eksperimen menggunakan variable; dependen, independen dan variable kontrol. Eksperimen dan survei sebagai riset kuantitatif dapat dibaca juga dalam tulisan Earl Babbie, Geoffrey Keppel, Morton Arkava dan Thomas A. Lane.
Clifford J. Drew (1984; 33) menyatakan bahwa riset eksperimen punya sejarah yang lama dan kaya karena digunakan oleh berbagai disiplin, obat-obatan, pertanian dan psikologi. adalah Ronald A. Fischer, figur yang disebut sebagai bapak riset eksperimen untuk disiplin ilmu-ilmu social (social scienes) karena karya-karyanya yang muncul pada awal-awal abad 20. Karyanya diterbitkan mulai 1925, 26 dan 35. Figur lain dengan disiplin berbeda adalah Mc Call dengan karya tulisnya dalam disiplin pendidikan. Dalam perkembangannya, beberapa sarjana lain menggunakan karya Mc Call untuk riset biologi, obat-obatan. Namun harus diakui bahwa tidak semua disiplin dikaitkan dengan riset eksperimental .

Riset eksperimen: ciri-cirinya

Jika kita memperhatikan lebih seksama tulisan Clifford J. Drew, maka secara implisit tulisannya tersebut memberikan penjelasan tentang cirri-ciri riset eksperimen. Ciri-ciri riset eksperimen sbb,
1. Riset eksperimen selalu dikaitkan dengan laboratorium; sebuah sarana untuk melakukan eksperimen. Dengan laboratorium, peneliti dapat melakukan kontrol secara tepat tentang ada ataukah tidak ada pengaruh luar yang bisa merusak hasil uji eksperimen. Jika kontrol ini berjalan dengan sempurna (bahwa diyakini tidak ada pengaruh luar yang mengganggu) maka perubahan yang terjadi melalui uji eksperimen diyakini hanya disebabkan oleh satu variable yang sejak dini disiapkan peneliti. Karena hanya membatasi diri pada uji satu variable, maka riset jenis ini bersifat manipulatif.
2. Dengan riset eksperimen, peneliti secara jelas dapat dapat dipastikan bahwa hanya ada satu variabel dan satu variabel ini menjadi fokus riset eksperimen. permasalah pokok yang dihadapi peneliti dengan metode eksperimen.
3. Riset eksperimen adalah sebuah penelitian di mana peneliti sejak awal telah melakukan manipulasi dengan hanya menetapkan satu faktor sebagai variabel, demikian Creswell (1994; 117).
Di bawah ini penulis menyajikan satu contoh riset eksperimen tentang pengaruh jenis pupuk tertentu; katakanlah pupuk “z”. Melalui riset eksperimen, peneliti bertujuan memngukur pengaruh pupuk z terhadap kesuburan tanah. Pupuk z merupakan satu faktor penyebab kesuburan tanah. Maka dibuatlah satu hipotesis; jika sebidang tanah diberi pupuk z maka akan suburlah tanah tersebut. Di sini, pupuk z dapat ditempatkan sebagai varabel bebas (independen); dependen variabel adalah lahan yang dijadikan eksperimen. Peneliti memebrsihkan semua jenis pupuk dalam lahan eksperimen dan hanya memasukkan pupuk z sebagai satu satunya. Dari eksperimen ini, peneliti melakukan pengukuran (measurement) untuk mengetahui pengaruh pupuk z terhadap kesuburan tanah. Peneliti bisa membandingkan dengan lahan yang di dalamnya terdapay berbagai jenis pupuk; atau lahan yang sama sekali tidak ada pupuknya.

4. Ciri keempat dengan hanya membatasi pada satu faktor saja peneliti sejak pagi telah melakukan manipulasi data. Demikian ini memang merupakan karakteristik jenis riset eksperimen.
5. Kami ingin menambahkan satu ciri yakni tentang hipotesis. Hipotesis dalam riset eksperimen kuantitatif berangkat dari fakta dan secara langsung akan diuji melalui eksperimen. Ini berbeda dari hipotesis dalam riset kualitatif. Dalam riset kualitatif, hipotesis berangkat dari teori yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain, hipotesis dilandaskan pada suatu teori tertentu. Karena itu serimg dalam rancangan riset kualitatif menggunakan istilah landasan teori; artinya teori tertentu yang dijadikan landansan merumuskan hipotesis. .Misal, seorang peneliti menguasai teori fungsi manifes dan fungsi laten. Di atas teori ini, peneliti merumuskan satu hipotesis guna membutkikan keabsahan fungsi manefies dan fungsi laten sebagai teori. Hipotesis yang dirumusaskan misalnya demikian:
-Makin sginifikan fungsi laten dalam sebuah struktur sosial, makin mendesak fungsi manifes; makin terdesak fungsi manifes dalam suatu struktur, makin membuka kemungkinan makin suburnya fungsi laten; makin subur fungsi laten makin mengancam koherensi dan mengancam tali kesatuan dan solidaritas struktur…..
Riset eksperimen baik untuk ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu sosial meliputi 3 komponen, (Earl Babbie, 1998; 233) yakni;
1. variable dependen dan independent,
2. Pre testing dan post testing
3. grup yang dijadikan eksperimen dan jenis penanganannya .
Babbie memberi beberapa contoh riset eksperimen sosial, Satu di antara contoh adalah riset tentang sikap buruk sangka (prejudise) terhadap etnis Afrika yang tinggal di USA.
Langkah riset;
Pertama, peneliti menentukan satu grup kecil yang akan menjadi obyek eksperimen yang dipastikan mereka memiliki sikap buruk sangka terhadap etnis Afrika yang tinggal di Amerika.
Kedua, Kepada grup ekspewrimen, peneliti mengekspose sejarah etnis Afrika dan sumbangsih mereka terhadap Amerika. Ekpose (paparan) dapat melalui film dokumenter atau melalui dialog dan paparan lainnya. Dalam hal ini, Babbie hanya memberi contoh pemutaran film tentang etnis Afrika-Amerika.
Ketiga, Peneliti mengukur perubahan yang terjadi pada grup eksperimen untuk menentukan apakah sikap buruk sangka mereka berkurang. Untuk mengetahuinya, maka dibuatlah perbandingkan dengan sikap para individu yang ditempatkan sebagai grup kontrol. Kelompok kontrol ini dihuni oleh para individu yang dipastikan bahwa mereka tidak memiliki sikap buruk sangka sama sekali terhadap etnis Afrika-Amerika.

Dari contoh tersebut, Babbie menjelaskan 3 komponen riset sbb,
a. Independen variabel adalah paparan tentang sumbangsih atau peran etnis Afrika bagi Amerika dalam kemajuan bidang sains, keartisan, sport
b. Variable dependen adalah sikap buruk sangka, dapat seseorang atau beberapa orang.
c. Hipotesis; kurangnya pengetahuan mereka terhadap peran dan sumbangsih etnis Afrika kepada negara yang membuat mereka buruk sangka terhadap etnis Afro-Amerika. Hipotesis ini kini diuji melalui riset eksperimen. Riset eksperimen – karena itu- disebut dengan testing hipotesis.
Secara esesnsial, riset eksperiemn adalah menguji efek dari variable independen (bahwa paparan mengenai etnis Afrika menjadi faktor penyebab menurunnya sikap buruk sangka. Secara tipikal dapat dinyatakan bahwa variable independent merupakan sebuah stimulus eksperimental. Hasil atau perubahan yang dihasilkan diukur dengan bantuan varabel control (diwakili satu grup yang berisi para subyek yang tidak memiliki sikap buruk sangka kepada etnis Afrika-Amerika.
Babbie juga memberi beberapa contoh lain, Di sini penulis turunkan satu contoh lagi riset eksperimen. Riset ini berangkat dari hipotesis; Bahwa , satu grup yang secara pasti ditengarai sebagai grup yang karakternya “lebih baik” karena mereka paling tidak sering melakukan perubahan; selanjutnya adalah grup yang ditengarai punya karakter “ada kemungkinan lebih baik”, selanjutnya adalah “grup kontrol”, selanjutnya grup yang lebih atau yang paling jelek. Grup yang terakir ini adalah grup yang mudah berubah-ubah. Kepada setiap grup ini dipaparkan beberapa jenis produk (Hp misalnya, lengkap dengan segela kelebihannya. Grup kontrol adalah grup yang memiliki tingkat kemantapan pilihan dan tidak berubah). Hipotesisnya; makin mudah sebuah grup mengubah putusan makin jelek karakternya, Makin tidak pernah mengubah pilihan menunjukkan sebuah grup itu terbaik disbanding lainnya. Hipotesis ini lalu diuji melalui riset eksperimen.

“ Reseachers hypothesized that the definitely better group would switch least aften, followed by the probabley better group, followed by the control group, followed by the definitely worse group”.
Contoh lain:
Ditengarai ada kelompok (klien) yang melakukan kekerasan terhadap anak. Hipotesis yang akan diuji, tindak kekerasan terhadap anakdapat dikurangi melalui suatu program layanan sosial. Peneliti mencari orang-orang pekerja sosial dan diwadahi dalam satu kelompok serta diberi training dengan berbagai teknik, metode dan orientasi yang nantinya akan diberi tugas melakukan treatmen terhadap para klien. Setelah melalui berkali-kali training, lalu dilakukan ujian post test untuk memastikan bahwa ketrampilan para pekerja sosial telah meningkat secara siginifikan dibanding dari sebelumnya. Dengan menugaskan para pekerja ini untuk melakukan treatmen terhadap para klien diharapkan ada perubahan sikap para klien terhadap para anak.
Dalam riset eksperieman, peneliti melakukan satu manipulasi variable independen untuk menentukan apakah manipulasi ini menjadi penyebab terhadap hasil (yakni terjadi perubahan disebabkan oleh variable independent). Peneliti melakukan test sebab-akibat sebab, secara teoritis, variable-variabel antara independen dan hasil yang diperoleh, dalam riset eksperimen, harus dikontrol, demikian Creswell (1994;117) . Dari uraian ringkas di atas dapat dinyatakan bahwa sifat manipulatif memang karakter riset eksperimen. Pendekatan metodologi kuantitatif, demikian Creswell, menggunakan logika deduktif di mana teori dan hipotesis diuji dengan cara kausalitas (uji sebab-akibat). Konsep, variable dan hipotesis ditentukan terlebih dahulu sebelum penelitian dilakukan dan peneliti tidak keluar dari hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya .

 How to Conduct Surveys: A Step-by-Step Guide
 
Survei
Secara tipikal, survei digunakan untuk mengumpulkan fakta dan gambaran keadaan mengenai situasi tertentu. Metode ini dinamakan juga dengan penelitian deskriptif yang berupaya mendeskripsikan kondisi-kondisi atau keadaan sesuatu; dan jika dipandang mungkin menarik kesimpulan secara umum dari fakta yang ditemukan .
Survei deskriptif umumnya memfokuskan pada mengumpulkan opini serta karakteristik obyek penelitian.. Namun Survei yang bersifat deskriptif dapat dijadikan metode evaluasi, misalnya oleh pengusaha yang bertujuan mengevaluasi respons masyarakat terhadap produk tertentu atau oleh pemerintah untuk mengevaluasi kinerja, program atau kebijakan pemerintah melalui uji hipotesis (Morton L, Arkava dan Thomas Lane, 1983; 167) Survei evaluatif sering menggunakan metode praktis, yakni uji hipotesis guna mengukur dan mengetahui secara pasti respons masyarakat terhadap kebijakan dana pendidikan dua puluh persen dari anggaran belanja pemerintah. Mungkin hipotesis yang akan diuji, rendahnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh rendahnya anggaran untuknya. Peneliti mengambil sample dari populasi penduduk.
Survei juga digunakan untuk menemukan dan memastikn adanya hubungan antara fenomena yang berbeda. Sebuah lembaga Amerika, American Cancer Society mengadakan survei yang tujuannya menemukan apakah merokok merupakan penyebab kanker paru-paru. Pada tahun 1952, lembaga ini mensurvei 20.000 orang yang terbiasa merokok. Survei semacam ini berkelanjutan. Pada tahun 1954 lembaga ini melakukan survey kanker akibat merokok dengan fenomena kematian. Hasilnya dilaporkan, bahwa 4.5 persen dari dari jumlah perokok yang telah disurvei sebelumnya meninggal dunia akibat kanker paru-paru. Namun, suervei ini belum final, demikian Hillway (1964; 187). karena beberapa faktor lainnya tidak masuk dalam survei lembaga tersebut masih perlu pnelitian yang cermat lagi (Arkava, 1983; 189). .
Le Play melakukan suatu survei yang berkesimpulan bahwa ada hubungan antara keadan ekonomi keluarga dengan tingkat emosi dan kesuksesan sosial. Seorang penerus Le Play, Charles Booth, megadakan suvei yang bertujuan memotret kondisi kehidupan yang sebenarnya dari keluarga miskin. Fenomena sesungguhnya dari kondisi miskin ini dikaitkan dengan perlunya pemberian bantuan ekonomi apa yang tepat bagi mereka yang keadaan ekonominya tertekan. B.S. Rowntree melakukan survei yang bersifat membandingkan status para pekerja di pedesaan dengan para pekerja di kota-kota besar, demikian Arkava. .
Pada awal-awal abad 20, ada gejala metode survei mengalami peningkatan secara pesat, utamanya, pada riset ekonomi dan penelitian sosial. Di samping itu ditengarai lahirnya beberapa lembaga riset survei maupun eksperimen. Di New York ada The Experiment Bureau of Munipal Researrch (1896), Russell Sage Foundation for Social improvement lahir tahun 1907, Dua tahun berikutnya, sebuah survei perkotaan untuk pertama kalinya dikerjakan di Pittburgh oleh Paul Kellogg. Kota-kota lainnya tidak mau ketinggalan seperti suervei perkotaan Springfield, Illinois dan gerakan melakukan survey ini terus berlanjut sampai mencapai puncaknya tahun 1928 ketika hamper 3000 survei dikerjakan dibawah sponsor New York Regional Planning Commission. Kemudian menyusul survei tentang tindak kriminal dan pelanggaran hukum yang pertama-tama di wilayah Missouri dilakukan oleh para hakim Missouri. Lalu survei yang dilakukan oleh satu lembaga “Wickersham Commission tentang hal ihwal yang berkaitan dengan hukum di bawah sponsor pemerintah federal .
Survei Pendidikan (Hillway, 1964; 193) .
Periode antara Perang Dunia 1 dan 2 merupakan perkembangan yang sangat pesat penggunaan survei pendidikan. Hasil dari riset ini tentu saja bukan memecahkan problema endidikan tetapi masih seperti model deskriptif-deskriptif sebelumnya yang menggambarkan kondisi pendidikan di Amerika. Metode yang ditempuh, mengumpulkan berbagai ide dan opini lalu ditegaskan bahwa kondisi pendidikan kita amat memerlukan perubahan dan perbaikan.
Dari uraian singkat tentang eksperimen dan survei aa sejumlah masalah sosial yang tersisa tidak tergarap oleh kedua metode kuantitatif. Demikian ini karena watak ontologis dan epistemologisnya nya berada di luar jangkaun dua metode di atas. Di bawah ini beberapa contohnya;
1. Bagaimana sebuah masyarakat terorganisir secara menyeluruh atau secara holistik dapat dijelaskan. Istilah holistic, dalam tulisan Percy S. Cohen, adalah istilah yang pernah dipakai sebelum digeser atau digantikan oleh teori analisis fungsionalisme .
2. Apa unsur-unsur di dalamnya dan bagaimana unsur-unsur atau unit-nit itu berhubungan,
3. Bagaimana struktur masyarakat sekarang sesudah revolusi industri dibanding struktur di masa lalu sebelum terjadi revolusi industri?
4. bagaimana social force masyarakat dapat dijelaskan?
5. Setiap struktur pasti memiliki structural properties; bagaimana halini dapat dijelaskan?
6. Apakah ada fungsi laten lebih dominan dari fungsi manifes, dstnya.
Pertanyan-peranyaan di atas merupakan contoh watak ontologis obyek menarik untuk diteliti tetapi tidak dengan kunatitatif metode eksperimen dan survey.
7. Bagaimana perubahan sosial dijelaskan? Apakah perubahan-perubahan itu bersifat parsial atau menyeluruh? Apa pola-pola perubahan? Apa konsekwensi-konsekwensi perubahan?
8. Apakah yang harsu dijelaskan melalui penelitian mengenai pengembangan kurikulum
9. Apa yang harus dijelaskan melalui penelitian mengenai pendidikan? Apakah lembaga penyelenggaranya ataukah proses pendidikannya? Bagaimana menjelaskan jika pendidikan dipandang sebagai sistem sosial tertutup; dan bagimana jika dipandang sebagai sistem sosial yang terbuka? Bahkan sekedar menjelaskan struktur konkrit, struktur analitik, prasyarat struktural, structural properties, nilai-nilai sosial versus interes psikologis sulit rasanya jika kita menelitinya dengan mengaplikasikan pendekatan metodologi eksperimen dan survei.
Surabaya, 05-03-2010
a. khozin afandi

Referensi


Arkava L., Morton dan Lane, Thomas A., Beginning Social Work Research, (Boston, Allyn and Bacon Inc, 1983

Babbie, Earl, The Prctice of Social Research California, Wadsworth, 1998
Cohen, Percy S., Modern Social Theory, New York, The Free Press, 1967.

Creswell, John W., Research Design Qualitative & Quantitative Approach, (London, SAGE,1994)

Drew, Clifford, J., Designing and Conducting Research: Inquring in Education and Social Sciences, Boston, Allyn and Bacon, 1985

.Hillway, Introduction to Research, Boston, Houghton Mifflin, 1964

Levin, William C., Sociological Ideas, California, Wadsworth, 1991

http://en.Wikipedia.org/Wiki/Qualitative

Paradigma Teori dalam Pendekatan Penelitian [3]

Paradigma perubahan

I

Di awal tulisan yang membahas perubahan, Stumpf menurunkan teori perubahan yang menyatakan demikian, "perubahan kuantitatif menyebabkan terjadi perubahan kualitatif ditandai dengan munculnya kualitas baru yang berbeda dari kualitas sebelumnya. Stumpf memberi contoh perubahan kimiawi. Air yang dipanasi api akan menjadi uap. Uap merupakan kualitas baru yang berbeda dari sebelumnya. Dalam contoh fisika dapat dinyatakan demikian, ada satu hanya berisi air putih, lalu dimasukkan gula dan teh. Perubahan kuantitas ini melahirkan kualitas baru yakni yang berbeda dari sebelumnya. Pertanyaan yang segera muncul, apakah teori di atas dapat dipakai untuk menjelaskan perubahan kehidupan manusia baik untuk perubahan individu maupun perubahan sosial? Tentu dapat meski tidak sama persis dengan perubahan kimia dan fisika. Obyek kimia dan fisika adalah benda-benda tanpa memiliiki keinginan, motivasi dan nasib masa depan. Sehingga analisis pwerubahan dalam kehidupan manusia tidak melulu dilihat dari sisi kuantitatif mlainkan juga analisis kualitatif. Si X, misalnya, tidak punya uang sepeserpun, tiba-tiba dia memperoleh keberuntungan memenangkan hadiah ratusan juta rupiah.. Apa terjadi perubahan pada si X? Pertanda perubahan dalam manusia dilihat dari state of mind dan pada actionnya. Demikian juga jika kuantitas yang menambah adalah ilmu pengetahuan atau ketrampilan. Perubahan pada diri seseorang juga dapat dianalisis dari perubahan status. Dari status pengangguran menjadi pns atau karyawan swasta setelah melalui tes penerimaan. Dari status lajang menjadi kepala keluarga melalui pernikahan. Perubahan status membawa perubahan peran. Status seseorang – setiap kali- dapat dapat berbeda. Di dalam rumah, statusnya sebagai keluarga, tetapi di luar rumah, dia adalah pmpinan sebuah partai, sementara di kampung di mana dia tinggal hanya sebagai warga biasa sebagaimana yang lain. Setiap kali statusnya berubah, maka akan diikuti perubahan peranan. Apakah ini sudah dapat disebut perubahan sosial? Jika belum, pertanyaan yang muncul, apa yang dikehendaki dengan perubahan sosial?
Analisis terhadap perubahan sosial bukan analisis yang bersifat individual seperti dalam contoh di atas, melainkan analisis struktural, yakni analisis yang terkait dengan sistem sosial. Dari sini ilmuwan membedakan dua tipe perubahan yakni perubahan sistem sosial, dan perubahan di dalam sistem sosial atau, "a change of a social system and a change within a social system". Perubahan sistem sosial adalah perubahan yang berakibat pada runtuhnya struktur lama dan lahirnya system baru (misal. perubahan dari LKMD menjadi BPD; dari Institut atau Sekolah Tinggi menjadi Universitas). Ini merupakan contoh perubahan sistem sosial. Sedangkan perubahan di dalam sistem sosial terjadi jika norma-norma, aturan-aturan, persepsi, keyakinan, metode dan teknik yang selama ini berjalan mengalami perubahan sedangkan institusi sebagai sistem sosial tetap eksis dan tidak berubah.. Perubahan di dalam sistem sosial ini berkonotasi kepada penyesuaian unit-unit terhadap teknologi modern atau temuan-temuan baru teori ilmiah. Contoh dari yang terkhir ini semisal lahirnya pendidikan tingkat usia dini. Perubahan ini tidak menghilangkan sistem pendidikan taman kanak-kanak.

II

Dibanding dari teori fungsionalisme dan teori konflik, teori perubahan memperoleh respons dari sejumlah ilmuwan yang jauh lebih banyak. Ini dapat dilihat dari buku bunga rampai himpunan Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy. Buku ini menghimpun tidak kurang dari lima puluh penulis tentang perubahan., Etzioni membaginya menjadi dua; pertama, teori-teori klasik dan kedua, teori-teori modern. Ada sembilan penulis yang masuk dalam kategori teori klasik; sisanya kurang lebih empat puluh penulis masuk dalam teori modern. Tentang tema tulisan. Dia membagi tema tulisan menjadi lima: tema; tema tentang sumber dan pola-pola perubahan; tema tentang bidang (ruang lingkup) perubahan; tema tentang asal-usul perubahan, pola-pola perubahan, tema tentang level perubahan, tema tentang proses perubahan. Buku antologi tersebut diberi judul, "Social Change: Sources, Patterns and Consequences". Seorang peneliti yang berminat meneliti "perubahan sosial" terbantu menentukan fokus penelitian, permasalahan penelitian sekaligus data yang relevan yang hendak dikumpulkan serta analisis data dan penjelasannya.
Level perubahan mencakup perubahan level rumah tangga, birokrasi, lembaga sosial, budaya, politik, pendidikan. Ruang lingkup perubahan antara lain pertanian, pertanahan, pertambangan, kelautan, kehutanan, perdagangan, pendidikan, perekonomian, pertahanan-keamanan, industri baik industri barang maupun jasa.

III
Di abad modern ini, perubahan yang amat mencolok adalah perubahan teknik industri dari tradisional yang bertempu pada tenaga hewan dan atau manusia ke teknik modern yang bertumpu pada tenaga mesin. Kenyataan ini dipersepsikan sebagai revolusi industri. Industri modern atau pabrik-pabrik modern dalam berbagai usaha terus tumbuh dan berkembang Implikasi dari berdirinya industri modern adalah diperlukan organisasi atau lembaga yang terdiri dari unit-unit yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab. Bagian yang menangani bahan mentah, bagian yang menangani proses produksi, bagian yang menangani pemasaran dan distribusi. Munculnya idustri modern berpengaruh pada dunia pendidikan sebagai lembaga yang memasok tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri modern.
Tentang teori perubahan sosial, Etzioni menurunkan beberapa tulisan. salah satunya adalah teori perubahan fungsional gagasan Talcott Parsons. Parson mendiskusikan pertumbuhan dan perkembangan suatu lembaga secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, terjadi pertambahan jumlah populasi atau massa dalam lembaga. Dalam ranah perubahan kualitatif disebut dengan perubahan struktural, yakni ."proses diferensiasi struktural". Penulis ingin membuat satu contoh tentang pondok pesantren yang mengubah statusnya dari tradisional ke modern. Pada era tradisional, pondok tersebut menekankan pada materi kitab kuning dengan metode belajar sorogan dan weton. Materi kitab kuning mencakup tauhid, fiqh, tata bahasa (nahwu dan sorof, tafsir dan hadis). Setelah berubah menjadi modern, materi pendidikan menyesuaikan diri dengan silabi dan kurikulum dari Diknas maupun Depag. Kini, pondok tersebut membuka berbagai jenjang pendidikan modern, tingkat Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar, tingkat Tsanawiyah dan SMP, tingkat Aliyah dan SMA. Bahkan Pondok juga membuka jenjang perguruan tinggi baik dalam jalur Diknas maupun Depag. Dengan bertambahnya kuantitas jenjang pendidikan, bertambah pila populasi siswa dan mahasiswa. Pendidikan pondok modern kini tidak berkisar pada kitab kuning. Seperti pendidian modern yang lain, pendidikan di Pondok juga mempersiapkan anak didik memasuki pasar kerja. Parsons mengatakan bahwa, pertumbuhan dan perkembangan suatu lembaga dapat dijelaskan secara kuantittaif serta kualitatif. Perubahan kualitatif yang dimaksudkan olehnya adalah perubahan struktural. atau proses diferensiasi structural, the process of structural differentiation" (dalam Etzioni, 1973; 72-74).. Diferensiasi didefinisikan sebagai perubahan dari multi fungsi dalam struktur menjadi spesifikasi fungsi yang berbeda-beda dalam struktur. Spesifikasi yang mengurusi bahan baku, spesialisasi yang menangani proses produksi, spesifikasi yang menangani distribusi dan pemasarn, spesifikasi yang menangani keuangan dan karyawan dstnya. Diferensiasi juga bermaksud menghindari terjadinya multi fungsi dalam struktur. Etzioni memberikan contoh industri rumah tangga yang mengalami perkembangan pesat yang kemudian menjadi pabrik modern dalam mana tuntututan diferensiasi struktural tidak dapat dihindari.

IV

Sumber perubahan: endogenous dan exogenous
Istilah endogenous menunjuk kepada unsur atau faktor internal, sebaliknya exogenous kepada unsure eksternal atau factor eksternal. Umumnya, sumber perubahan tak lepas dari dua faktor tersebut. Masalah yang mungkin muncul adalah factor mana yang lebih dominan. Umumnya, faktor internal menunjuk pada gejala ketegangan, pergolakan, kontradiksi, konflik atau perselisihan. Faktor-faktor ini menjadi arus yang memiliki kekuatan melebihi mekanisme stabilisasi atau ekuilibri. Namun sebenarnya, factor internal tidak harus berbentuk perselisihan atau kontradiksi. Ia dapat berupa fakor kesadaran kolektif akan perluunya perubahan dalam struktur. Mulanya muncul kesadaran yang bersifat individual. Kesadaran pada level ini lalu dikomunikasikan kepada anggota lain untuk memperoleh respons sebanding. Manakala respons makin bertambah maka gagasan perubahan yang masih bersifat ide mengalami perkembangan dan dimatangkan menjadi suatu konsep yang terencana. Sisi lain sumber perubahan adalah faktor eksternal. Sumber eksternal berpengaruh karena suatu lembaga merupakan sub sistem dari sosial budaya yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Budaya modern selalu menghasilkan temuan-temuan baru baik berupa teknologi maupun teori ilmiah. Sebagai sub sistem dari sistem sosial budaya yang lebih komprehemsif, suatu institusi selalu berdialog dan berkomunikasi dengan temuan temuan baru. Dialog dan komunikasi merupakan pintu masuk faktor eksternal ke dalam institusi. Melalui seleksi yang menggunakan kriteria relevansi, temuan-temuan teknologi baru yang dipertimbangkan relevan amat mungkin berpengaruh kepada institusi tersebut untuk melakukan perubahan.

Surabaya, 03-05-2010

a. khozin afandi

Paradigma Teori dalam Pendekatan Penelitian [2]

Masyarakat dalam wawasan teori fungsionalisme struktural, atau fungsionalisme, menyatakan:
1.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari elemen-elemen yang terdapat di dalamnya lengkap dengan aktivitas mereka masing-masing.
2.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari unit-unit yang terintegrasi dengan baik.
3.setiap unit di dalam masyarakat memberikan sumbangsih secara fungsional. Kehidupan sosial dalam pandangan teori analisis fungsional seperti kehidupan bilogi yang digambarkan oleh W. B. Canon yang menyatakan bahwa organism hidup itu mensyaratkan kondisi yang relatif konstan dan stabil. terjaga kesehatannya, stabil dan seimbang Untuk tujuan itu maka unit-unit yang merupakan bagian-bagian dari organ tubuh harus fungsional, aeperti sirkulasi darah alnacar, jantung, ginjal, paru-paru juga berfungsi .

Dalam wawasan teori konflik
1.konflik merupakan bagian fakta sosial-b. Dari itu maka ada saat-saat tertentu terjadi konflik sosial;
2.konflik sosial merupakan gejala umum. Istilah konflik bergerak mulai dari perbedaan, perselisihan, pertengkaran sampai dengan adu fisik.

Dua model wawasan tentang masyarakat
Teori consensus Teori konflik
1. Norma dan nilai adalah unsur dasar dalam kehidupan sosial 1. kepentingan adalah unsur dari kehidupan sosial
2. kehidupan sosial melibatkan komitmen 2. kehidupan sosial melibatkan dorongan
3. masyarakat perlu kohesi 3. kehidupan sosial perlu terbagi
4. kehidupan sosial bergantung pada solidaritas 4. kehidupan sosial melahirkan oposisi
5. kehidupan sosial didasarkan atas kerja sama dan saling resiproritas 5. kehidupan sosial melahirkan konflik structural
6. sistem sosial bertahan pada konsensus 6. kehidupn sosial melahirkan kepentingan dan kompetisi
7. masyarakat mengenal otoritas legitimasi 7. diferensisi sosial melibatkan kekuasaan
8. sistem sosial diintegrasikan,
9. sistem sosial cenderung bertahan stabil 8. sistem sosial tidak sebatas integrasi tetapi juga kontradiksi,
9.sistem sosial cenderung berubah


Dahrendorf sebagai pelopor teori konflik sejak awal menekankan bahwa teorinya tidak bermaksud menggantikan teori konsensus. Setiap teori berurusan dengan realitas yang berbeda . Stabilitas dan perubahan, integrasi dan konfllik, konsensus dan kekerasan merupakan binar opisisi yang benar benar ada dan nyata dalam kehidupan masyarakat.
Lahirnya teori konflik dilatari oleh ketidak puasan terhadap teori fungsionalisme yang hanya menekankan pada kehidupan sosial yang harmoni, berjalan stabil, berlangsung secara normatif dan dalam keadaan ekuilibrium. Teori konflik sosial menjelaskan sebab-sebabnya, proses kejadiannya, juga menjelaskan manfaat dan konsekwensi-konsekwensi dari konflik itu sendiri, serta kemungkinan munculnya perubahan sosial pasca konflik. Penjelasan ilmiah yang memadai amat diperlukan sedangakn teori analsisis fungsional tidak menyentuhnya sama sekali. Dua figur dari teori ini adalah Dahrendorf dan Lewis Coser.

Gambaran tentang konflik
Istilah "konflik" bergerak mulai dari perbedaan pendapat atau sikap, perselisihan, pertentangan, perpecahan, perselisihan, perdebatan sengit, adu mulut, sampai benturan fisik. Setelah bapaknya yang telah merintis industri rumah tangga wafat, kini dua anak kandungnya berbeda pendapat. Sang kakak meneruskan rintisan orang tua industri kulit, sementara adiknya merintis garmen. Keduanya lalu bersepakat untuk berbeda, atau dalam bahasa lainnya "agree in disagreement". Dalam kehidupan politik pun bias terjadi, yang satu ikut tim sukses calon B, yang lainnya tetapi partainya sama memilih menjadi bagian dari tim sukses calon X. Namun mereka sejak awal telah mensepakati menempuh jalan berbeda.

Menemukan permasalahan
Beberapa konsep di dalam teori ini dapat membantu peneliti menemukan permasalahan penelitian.
a. Asal-usul dan tipe konflik: exogenous dan endogenous
b.Apa ada elemen-elemen di dalam struktur yang tidak berfungsi yang terindikasi menyebabkan terjadi ketegangan yang dapat mengarah kepada percekcokan,
c. kekerasan merupakan bagian dalam kehidupan sosial. Apakah klas yang dominan memilih menggunakan kekerasan daripada dialog,
d. Kondisi apa yang terjadi selama dan setelah konflik.
e. dinamika konflik/konflik periodik
Konsep ini merujuk kepada proses politik yang lazim disebut "pemilu".Konflik-konflik dalam proses politik ini mengalami gerak dinamis secara periodik periodik. Proses pemilu dibagi secara periodik; di setiap periode memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri menyangkut pihak-pihak yang terlibat, permasalahan dan materi konflik, pemecahan konflik. Mungkin secara garis besar, periode pemilu dapat dipilah menjadi tiga, pertama periode persiapan sampai pendaftaran, kedua, periode proses pelaksanaan, penghitungan dan penetapan; periode pasca penetapan. Ini yang dimaksud dengan dinamika atau konflik periodik.
Beberapa aspek
Beberapa aspek dalam konflik antara lain aspek politik, sosial dan antropologi.

Aspek Politik
Pada abad ke sembilan belas Karl Marx menyatakan bahwa seluruh sejarah kehidupan sosial adalah pejuangan kelas. Engels menganalisis konflik klas dan Marx menjadikan konflik klas sebagai doktrin filsafatnya. Ada beberapa sarjana sosiologi awal yang memfokuskan kajian pada konflik sebagai proses yakni, George Simmel. baik konflik antar individu, individu dengan kelompok, internal maupun eksternal. Kemudian Lewis A. Coser menyatakan konflik sebagai proses. Aspek politik dalam konflik digambarkan oleh Gorbachev dalam bukunya "Perestroika". Pada paragraf dengan titel "Konflik Regional". berisi pemikirannya yang didiskusikan dengan Presiden Reagan . Di bawah ini beberapa pokok pikiran Gorbachev:
1.Konflik yang terjadi di Asia, Afrika dan Amerika latin disebabkan oleh keadaan yang menghimpit di antaranya sebagai akibat penjajahan masa silam.
2.Krisis dan konflik merupakan persemaian bagi terorisme internasional. Uni Sovyet menolak terorisme dan bersedia bekerja sama sekuat tenaga dengan Negara-Negara lain untuk membasmi kejahatan ini.
3.Di timur Tengah konflik antara Israel dengan Plaestina telah berlangsung bertahun-tahun. Timur Tengah merupakan simpul kusut tempat kepentingan banyak Negara terlibat.. Timur dan Barat perlu ikut membuka simpul ini dan hal ini penting bagi seluruh dunia. Harus ada sikap aktif dan mendukung upaya mencari jalan mengakhiri kemandekan di Timur Tengah.
Di halaman lain Gorbachev membahas kondisi di sekitar pertemuan Reykjavik.
"Semua yang dibicarakan di Reykjavik bersangkutan langsung dengan Eropa. Dalam pertemuan kami dengan Amerika Serikat, ami tidak pernah melupakan kepentingan Eropa. Sebelum pertemuan Reykjavik, saya bertemu dengan para kepala Negara dari sejumlah Negara Nato Eropa Barat, yaitu Poul Schluter dari Denmark, Rudolph Lubbers dari Belanda, Gro Harlem Brundtland dari Norwegia, Steingrimur Hermannsson dari Eslandia dan Amintore Fanfani serta Giulio Andreotti, wakil pimpinan Italia. Kami banyak berdiskusi mengenai masalah Eropa dan perlucutan senjata".
Saya mendengar banyak komentar menarik dari lawan bicara saya.
"Sesudah itu, kami dalam kepemimpinan Soviet memikirkan dengan serius argumentasi dan gagasan mereka dan bagian-bagian yang kami anggap benar, kami perhitungkan dalam kebijakan kami, khususnya, hal yang menyangkut Euromissiles. Tetapi ada juga perselisihan yang terutama dipanaskan oleh Margaret Thatcher dan Jacques Chirac tentang konsep mereka dan gagasan umum NATO mengenai "penangkal nuklir". Saya mengungkapkan rasa heran saya kepada mereka atas kegemparan yang ditimbulkan oleh pertemuan Reykjavik di beberapa ibu kota Barat. Tidak ada alasan apa pun untuk menganggap bahwa hasilnya merupakan ancaman terhadap keamanan Eropa Barat. Kesimpulan dan penilaian demikian adalah buah pikiran kuno mengenai masa perang Dingin".
Dalam berbicara dengan para pemimpin dari luar negeri seringkali saya mengajukan pertanyaan langsung, apakah anda percaya bahwa Uni Soviet berniat menyerang negeri anda dan Eropa Barat umumnya? Nyaris semuanya menjawab, "tidak". Tetapi sebagian mereka segera mengajukan keberatan dengan mengatakan bahwa besarnya kekuatan militer USSR itu sendiri menciptakan ancaman potensial. Orang memang dapat memahami penalaran demikian ini. Akan tetapi penalaran demikian ini akan menjadi kabur ketika gengsi dan kehebatan nasional dikaitkan dengan pemilikan senjata nuklir walaupun jelas sekali bahwa bila suatu perang nuklir pecah persenjataan ini hanya akan mengundang serangan dan tidak mempunyai arti nyata lainnya.
Ketika kami berbicara mengenai perlucutan senjata sebagai unit utama yang harus dipasang pertama dalam pembangunan sebuah rumah bersama Eropa, kami maksudkan terutama kekuatan nuklir Eropa, Inggris dn Perancis. Uni Soviet mmperlihatkan kepercayaan besar kepada Eropa Barat dengan menyetujui, selama perundingan mengenai perlucutan senjata yang sedang berlangsung untuk tidak memperhitungkan potensi nuklir mereka. Motif utama di balik gerakan ini adalah bahwa kami mengesampingkan bahkan dalam pikiran kami, tidak ada rencana strategis apa pun kemungkinan perang dengan Inggris atau Perancis apalagi dengan negara-negara Eropa non nuklir" .

Konstitusi: instrument integrasi
Perjanjian berguna untuk menjaga perbedaan identitas dan karakteristik masing-masing pihak sementara itu konstitudi atau instrument integrasi menyatukan entitas-entitas yang berseberangan saling mengikat kesepahaman.
Contoh, Triple Aliansi antara Jerman, Austria-Hungaria, dan Italia memiliki instrument integrasi sebagai konstitusi bagi mereka bersama yang berkepentingan menjaga eksistensi dan keamanan dari ancaman pihak luar. Munculnya aliansi ini menyebabkan lahirnya aliansi lain yang dikenal dengan Triple Entente yang beranggotakan Rusia, Inggris dan Perancis. Perang Dunia I, menjadi batu ujian kekuatan mereka masing-masing yang salama ini selalu bersaing dalam berbagai hal, tentang koloni, tentang perbatasan Negara, tentang persaingan ekonomi dan kekuatan militer dan persenjataan.
2. Daya tahan konstitusi
Tentang berapa lama konstitusi dapat bertahan tergantung pada dua hal:
a. kemampuan masing-masing pihak dalam hal kekuasaannya atau kamampuannya terkait dengan kepentingan mencapai keinginan,
b. tergantung pada ada atau tidak ada sejumlah ketidak puasan yang diungkapkan atau tuntuan-tuntuan yang bersifat harus dipenuhi dari pihak-pihak yang beraliansi. Keberlangsungan hubungan integrative juga tergantung pada kondisi-kondisi riel, misalnya, apakah perjanjian yang disepakati sebelumnya memberikan rasa kepuasan masing-masing partai atau pihak yang bertaham lama.
Aspek Sosial
Konflik dan integrasi
Hubungan sesama manusia, dalam bahasa agama menggunakan istilah "habl minan-nas" dijelaskan dengan dua proses; apakah koflik atau integrasi. Jika memilih hubungan konfliktual, maka paling tidak ada rumusan tentang kesepahaman, tentang aturan-aturan aktivitas dan misi perjuangan, atau minimal ada kesepakatan saling menerima perbedaan (agree to disagreement). Adanya rumusan dan norma yang mengikat kedua pihak akan menjadi kekuatan kontrol dan sikap ketaatan masing-masing pihak terhadap rumusan dan norma yang disepakati.
Sebaliknya, jika kontak awal hubungan untuk integrasi, ada kemungkinan terjadi konflik. Dalam sebuah kehidupan bersama selalu ada benih atau unsur yang memicu koflik. Level konflik bisa antar individu dalam sebuah institusi, antar kelompok, organisasi dan masyarakat.
Kompetisi
Salah satu bentuk konflik adalah kompetisi - antara lain - mengejar posisi yang potensial untuk masa depan, atau mempertahankan posisi; masing-masing berjuang keras untuk meraihnya dan mengalahkan pihak lain atau menjaga posisi dengan segala kekuatannya. Masing-masing dimaksud dapat bermakna individu dan bermakna kelompok.

Ada dua kekuatan yang bersaing untuk menjadi kekuatan dominan dalam sitem. Dalam kondisi seperti ini sering muncul rasa kuasa untuk menguasai dan melemahkan pihak lain Pihak lain ternyata tidak demikian mudah ditundukkan dan didominasi
Dalam situasi di mana kedua pihak merasa keberadaan dan kekuasaan yang dimiliki tidak bergantung pada kondisi satu dan lainnya , maka konflik semacam ini oleh Strausz-Hupe disebut "konflik berkepanjangan" (protracted conflict). Dengan demikian. problema yang dihadapi, menurut Boulding, adalah bagaimana mengontrol konflik agar tidakmeluas, misal, dengan membatasi ruang konflik.

Kompetisi
Kompetisi dapat memicu konflik. Tetapi sebenarnya, kompetisi dapat mengambil satu dari dua pilihan, apakah cara "setting konflik" atau "setting jual beli". Pilihan yang kedua berarti kedua pihak saling memperoleh keuntungan dari apa yang dilakukan. Terkadang sempat terjadi demikian, masing-masing ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya meskipun harus dengan mereduksi perolehan pihak lain. Pilihan konflik dapat ditempuh dengan saling bersepakat.
Dua pedagang bersepakat menggunakan jasa iklan; dua pns bersaing dalam meniti karier. Dalam kasus-kasus di atas, tidak ada pihak yang ingin menghancurkan, merugikan atau melukai yang lain. Dua pihak yang berkompetisi berada dalam hubungan yang kooperatif, mereka dalam tujuan yang obyektif tanpa merugikan pihak lain

Instrumen integrasi
Rumusan untuk keperluan integrasi antar pihak-pihak yang konflik dapat dicapai dengan sejumlah cara. Instrumen-instrumen itu dapat masuk dalam kesadaran kolektif dan diterima tanpa pemaksaan. Instrumen-instrumen itu ditumbuh kembangkan melalui tindak konkrit dalam kebiasaan.
2. Aspek Sosial
Konflik sosial mungkin didefinisikan sebagai berjuang untuk meraih atau memperoleh status, kekuasaan dan sumber-sumber yang langka di mana maksud dari pihak-pihak yang konflik tidak hanya sebatas mencapai tujuan yang diinginkan tetapi juga usaha yang bertujuan meredakan, menghalangi atau mengeliminasi rival mereka.
Konflik merupakan realitas nyata dalam proses interaksi sosial. Tanpa maksud mengabaikan akibat negatif yang menyebabkan terpecahnya ikatan sosial, konflik sosial dalam banyak hal juga memberikan sumbangsih bagi mempertahankan keberadaan kelompok atau grup serta mempererat relasi-relasi sosial.
Perjuangan untuk meraih kekuasaan dan pengaruh merupakan tema-tema dari teori Pareto juga Mosca, Michels dan Sorel. Demikian juga pada tradisi klasik Jerman seperti Tonnies, Simmel dan Weber yang memandang konflik merupakan fenomena sosial yang bersifat umum. Weber, misalnya, menyatakan bahwa konflik tidak dapat dibuang dari kehidpan sosial… dan perdamaian tak lebih dari sekedar mengubah bentuk konflik atau mengubah bentuk antagonis atau mengubah obyek konflik atau pada akhirnya mengubah ke bentuk kesempatan-kesempatan seleksi". Simmel yang merupakan sosiolog angkatan pertama melakukan analisis tentang berbagai jenis konflik menyatakan bahwa konflik merupakan bentuk kehidupan sosial dan bahwa sejumlah perbedaan, sejumlah pertenangan intern dan kontroversi eksternal secara struktural terkait dengan elemen-elemen yang pada akhirnya mengarah kepada ikatan bersama dalam kelompok.
Jika masalah konflik dibahas maka pusat perhatian dicurahkan pada aspek-aspek yang bersifat memecah. Penekanan pada kebutuhan terhadap nilai-nilai yang bersifat umum dan kondisi harmoni mendorong para ilmuwn sosial seperti Lloyd Warner dan Talcott Parsons mempertimbangkan konflik sebagai jenis penyakit bagi kehidupan sosial-masyarakat.

Dampak struktural konflik
Dampak konflik pada struktur sosial bervariasi menurut tipe struktur itu sendiri. Dalam sturktur masyarakat yang longgar dan pluralistik dan terbuka, perbedaan pandangan yang bertujuan menyelesaikan kerasnya konflik antara dua pihak yang berseberangan mungkin berfungsi menstabilitaskan struktur. Jika pihak-pihak yang berseberangan diberi kesempatan berimbang menyampaikan wawasannya, maka konflik itu membantu menghilangkan sebab-sebab terjadinya perpecahan dan mengarah kepada terciptanya stabilitas. Dalam masyarakat yang longgar seperti itu, banyaknya kelompok sosial menjadikan warga memiliki pilihan berpartisipasi dalam kelompok yang diinginkan Banyaknya kelompok yang berbeda-beda memberi pilihan-pilihan karena tidak hanya satu kubu.
Dalam struktur sosial yang amat ketat, rigid dan dalam kelompok-kelompok yang amat tertutup, dampak dari konflik mungkin beragam sekali. Makin tertutup sebuah kelompok, dan makin meruncing konflik terjadi, maka makin tinggi pihak-pihak yang terlibat. Kelompok-kelompok yang bersifat tertutup cenderung menguasai seluruh kepribadian para angotanya; mereka dijadikan anggota yang fanatik dan memata-matai kelompok lain dan ingin memonopoli loyalitas anggotanya. Jika konflik yang terjadi dalam kelompok-kelompok sosial berusaha untuk mempertahankan kelompoknya masing-masing dengan berbagai cara, dan tidak ada usaha dialog untuk mencairkan kondisi, maka konflik-konflik semacam ini berkecendewrungan meruncing. Demikian ini dikarenakan dua sebab, pertama, anggota-anggota yang terhimpun dalam kelompok-kelompok semacam ini cenderung berupaya memobilisasi semua enerji untuk berjuang, kedua, konflik semacam itu tidak lagi membatasi pada masalah-masalah riel yang dihadapi tetapi meluas kepada hal-hal yang sebelumnya sudah tidak ingin diungkapkan. Semua penyebab konflik yang sebelumnya telah dikubur kini ditiup tiupkan antara satu dengan yang lain.
Ideologi dan konflik
Konflik bisa jadi makin meruncing atau makin keras mencapai tingkat di mana pihak-pihak yang bersaing menggunakan orientasi kolektif (atas nama kelompok atau lembaga) dan tidak sekedar orientasi individu dan dengan demikian perjuangan mereka itu bertujuan dikemas atas nama kepentingan kelompok bukan pribadi. Tujuan-tujuan yang bersifat ideologi kelompok dijadikan justifikasi dan dengan sarana apapun, para partisipan kelompok, memandangnya sebagai absah. Kaum intelektual, jika keberadaan mereka berfungsi sebagai "kaum ideologis" cenderung mengurangi atau meredakan konflik yang dianggapnya bersifat pribadi atau konflik interes. Tujuannya jelas yaitu mereka mengarahkan pihak-pihak yang konflik untuk lebih mementingkan kepentingan yang tidak hanya sesaat, pribadi atau golongan.

Konflik dan konsensus
Perbedaan antara konflik yang sudah keluar dari batas yang ditetapkan dalam konsensus sosial dengan konflik yang masih berada di dalam bangunan dasar konsensus pernah diungkap oleh Aristoteles. Konflik yang tidak menyerang basis konsensus dan tidak menimbulkan ancaman pada dasar-dasar konsensus cenderung mengarah pada usaha penyesuaian antara berbagai pihak dan di dalam hal ini memberikan sumbangsih bagi tercapainya integrasi yang lebih erat. Sebaliknya, konflik yang menyerang pada basis konsensus dari eksistensi kelompok dapat memecah dan membelah masyarakat ke dalam kubu-kubu yang saling menyerang atau warring camps
Kelompok-kelompok struktur yang longgar dan masyarakat-masyarakat yang pluralitas dan terbuka, mempersilahkan adanya konflik antara angota yang bersaing dan konflik dalam berbagai ragam. Itu merupakan jalan terbuka bagi masuknya beragam pendapat yang berbeda-beda sepanjang tidak membahayakan konsensus. Namun, dalam masyarakat atau komunitas yang ketat-rigid, sering mensikapi konflik dengan cara menekan dan menutup pintu dialog.
Fungi konflik
Gluckman berpendapat bahwa konflik yang tidak memecah sistem sosial, memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan masyarakat. Berbagai konflik dalam masyarakat memicu terciptanya kreativitas, dan warga masyarakat memiliki pilihan-pilihan. Di sisi lain, konflik bisa jadi membantu mempertajam wawasan masyarakat sehingga mampu menganalisis faktor penyebabnya. Penyebab konflik dapat dianalisis atau diurai antara lain sbb; tingkat kepadatan penduduk, percepatan pertumbuhan penduduk, kondisi ekonomi dan tingkat penghasilan yang tidak merata, konflik interes atar penguasa daerah dengan pusat dalam masalah kebijakan, apakah ysng terkait dengan pajak, keuangan, perdagangan, keamanan, konflik interes antara klas dominan dengan klas subdominan, hegemoni versus kontra hegemoni.

Surabaya, 26-03-2010,
a. khozin afandi

Paradigma Teori dalam Pendekatan Penelitian [1]

PENGANTAR

Paradigma teori memuat karakteristik khas tentang kehidupan sosial atau realitas sosial atau kehidupan sosial. Beberapa paradigm teori yang telah penulis turunkan sebelum tulisan ini antara lain teori fungsionalisme (fungsionalisme struktual), teori konflik, perubahan sosial, interaksionisme simbolik atau interaksionisme sosial, analisis isi (content analysis) kritik sosial atau kritik ideologi. Paradigma di atas nantinya disebut sebagai teori sosiologi tradisional atau konvensional menyusul munculnya sosiologi fenomenologi. Sosiolgi fenomenologi menyebut pendekatan risetnya dengan pendekatan subyektif dilawankan dengan pendekatan obyektif yang telah lazim dipakai dalam sosiologi tradisional. Fokus penelitian sosiologi fenomenologi adalah struktur kesadaran. setiap warga yang terlibat aktif dalam proses kehidupan sosial atau proses sosial atau reproduksi sosial atau interaksi sosial memiliki sudut pandang (point of view) yang bermuara dari kesadaran diri. Setiap individu menyadari peran diri dalam lingkungan social di mana dia menjadi bagiannya.

Memilih paradigm teori fungsionalisme

Mungkin sebuah pertanyaan harus dimunculkan terlebih dahulu, kira-kira demikian, kondisi kehidupan sosial seperti apa yang akan diteliti. Apakah kehidupan sosial yang berada dalam kondisi stabil, harmoni, ekuilibri, tidak ada gejolak, ketegangan, perdebatan, perselisihan Jika demikian, maka paradigma teori yang dipilih sebagai pendekatan penelitian adalah teori fungsionalisme atau fungsionalisme struktural. Pada awal pertumbuhannya, teori ini tidak memberikan perhatian terhadap konflik sosial maupun perubahan sosial. Akan tetapi dalam perkembangannya, fungsionalisme memberikan perhatian terhadap masalah perubahan. Talcott Parsons membahasnya dalam “A Functional Theory of Change”, sementara Francesca Cancian dalam “Functional Analysis of Change”. Karena itu, teori fungsionalisme dapat digunakan sebagai pendekatan penelitian terhadap kehidupan sosial yang di dalam ada perubahan dan juga mengalami perkembangan.
Kata fungsi menjelaskan suatu aktivitas sosial atau satu item budaya (pertanian atau pendidikan) yang memenuhi kebutuhan: kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan kognitif, intelektual, emosional, spiritual. Ia juga berarti memenuhi harapan dan memberi manfaat. Kata inilah yang nanti diangkat oleh Malinowski ke tingkat ilmiah dalam bentuk konstruk teori yang lazim dikenal dengan “fungsionalisme”. Dalam perkembangannya, fungsionalisme memandang lembaga sosial sebagai sarana kolektif memenuhi kebutuhan individu seperti lembaga pendidikan, koperasi, perbankan, hukum, perusahaan dll.
Fungsi dan struktur ini lazim digunakan dalam ilmu biologi, lalu digunakan juga dalam ilmu-ilmu sosial. Setiap unit dalam sebuah struktur memiliki partisipasi secara fungsional bagi kelangsungan dan kelestarian struktur. Dalam biologi, unit tangan, unit kepala, unit badan, unit kaki. Werner melihat struktur sosial sebagai “suatu sistem pengelompokan yang formal maupun informal yang di dalamnya ada aturan-aturan perilaku sosial bagi para individu” . Sementara Radcliff-Brown berpendapat bahwa struktur sosial adalah suatu jaringan atau suatu sistem relasi sosial termasuk relasi klas-klas sosial yang berbeda-beda dan peranan sosial.
Di samping digunakan untuk meneliti struktur sosial tertentu, semisal lembaga pendidikan, ekonomi, organisasi sosial politik, keagamaan, teori ini juga dapat digunakan untuk meneliti masyarakat. Parsons menyatakan bahwa salah satu tugas sosiologi adalah menganalisis masyarakat sebagai satu system sosial dalam mana terjadi interelasi berbagai variable yang berbeda-beda secara fungsional. Apa yang dikehendaki dengan berbagai variable yang berbeda-beda antara lain seperangkat norma, tata nilai, keyakinan, simbol, peran, struktur yang arahnya mmeberi gambaran tentang karakteristik suatu masyarakat. Dalam bahasa Parsons, “ the central task of sociology is to analyse society as a system of functionally interrelated variables; the different set of norms, values, beliefs, symbols, roles, structures which are the characteristic of social system”. Sudah tentu, cakupan variable itu termasuk agama, adat istiadat, budaya khas, bahasa lokal, kebijakan lokal (local wisdom), keluarga, media yang masing-masing member sumbangsih dalam kehidupan masyarakat sebagai sistem. Tulisan awal Malinowski bahkan telah mengurai masalah kebutuhan akan pemimpin dan kebutuhan ini melahirkan kebutuhan adanya mekanisme pergantian pimpinan lengkap dengan aturan-aturannya.
Parson juga mengembangkan teori peran dengan mengemukakan teori “peran-peran yang berbeda-beda dalam kehidupan kolektif di mana masing-masing secara fungsional memberikan sumbangsih bagi keharmonisan institusi.
Penulis mohon ijin masuk ke dataran praktis, seseorang mempraktekkan penelitian terhadap satu msyarakat tertentu; yakni masyarakat sebagai sistem sosial; apa yang harus didahulukan, menganalisis ataukah menjelaskan. Tulisan yang bersifat praktis ini ingin menekankan bahwa analisis dan penjelasan merupakan dua item yang berbeda.
Dalam aktivtas menggali dan mengumpulkan data, sering ditemukan konsep “coding dan reduksi”. Konsep ini berarti membuat kode-kode yang sesederhana mungkin agar tidak menyulitkan Contoh membuat kode data yang sulit, misal, data tentang noumena; data tentang dialektika Hegelian, data tentang dekonstruksi, data tentang entitas supra individual. Data ini semua sebenarnya dapat direduksi sehingga memudahkan bagi peneliti dan juga bagi orang lain yang mempertanyakan kumpulan data peneliti. Data tentang noumena diganti dengan “keyakinan pada hal-hal gaib; data tentang dialektika Hegelian diganti dengan “proses dinamika”; data tentang dekonstruksi diganti dengan “pasangan yang berlawanan” (oposisi binar), data tentang entitas supra individual diganti dengan data tentang masyarkat penutur.
Ketika peneliti telah memahami teori bahwa masyarakat sebagai sistem sosial dianalisis atau diurai sebagaimana diungkap di atas, peneliti terbantu dalam membuat koding yang bersifat sederhana, misal, “data tentang norma, tata nilai, adat istiadat, keyakinan; data tentang peran, status, struktur, data tentang pimpinan, data tentang mekanisme pergantian, data tentang aturan-aturan.. Karena itu sering dinyatakan bahwa kegiatan menganalisis data dapat dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan data sekaligus. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah upaya menjelaskan data yang telah dianalisis tersebut. Peneliti lalu melaporkan hasil penelitiannya. Ia memunculkan satu bab dengan judul “Mekanisme Pergantian pimpinan”. satu bab lagi diberi judul “Bertahan di atas tradisi”; lalu satu bab lagi “Tradisi dalam proses modernisasi”, satu bab lainnya “kehidupan beragama”, dstnya sesuai dengan lingkup penelitian.

Bagaimana menemukan masalah.
Dalam studi budaya, cara berfikir fungsionalisme ini mencurahkan perhatiannya kepada hubungan antar variable dari kebudayaan sebagai konsep yang bersifat lebih utuh (Schoorl, 1984; 89) . Bronislaw Malinowski (1884-1942), sarjana antropologi perintis teori fungsionalisme, meneliti fungsi tradisi dalam masyarakat yang tinggal di pulau Trobriand. Teori fungsional yang dia rintis didasarkan asumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat. Ini berarti bahwa setiap pola tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan, setiap keyakinan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayan dalam suatu masyarakat memiliki fungsi yang mendasar dalam kebudayaan. Menurutnya, fungsi dari budaya adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar atau kebutuhan sekunder. Misal, kebutuhan dasar terhadap pangan (makan, minum) memunculkan kebutuuhan adanya kerja sama, mengadakan organisasi-organisasi sosial dan pengawasan sosial guna menjamin kelangsungan kerja sama (Ihromi, 1984; 59-60) .
Beberapa konsep dalam teori fungsionalsme struktural:
1. Postulat,
2. Disfungsi, uefungsi,
3. Fungsi laten, fungsi manifest,
4. Prasyarat fungsional
5. IUR dan UIR; ( intended but unrecognized; unintended but recognized
6. Unintended consequences,
7. Padanan fungsional (functional equivalent)
8. Struktur konkrit, struktur analitik,
9. Structural properties (karakteristik struktural),
Konsep-konsep di atas memberi bantuan peneliti menemukan permasalahan yang layak secara akademik untuk diteliti. Misal, ditengarai ada fungsi laten yang menggejala di sebuah lembaga tertentu. Latent, manifest; UIR dan IUR functions. Konsep fungsi manifest dan laten diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa karang taruna tidak dimanfaatkan oleh partai politik tertentu untuk tujuan melestarikan kepentingan? Istilah fungsi manifes dan laten dikaitkan unit-unit fungsional tertentu atau organisasi tertentu Latent, manifest; UIR dan IUR functions and structures (unintended but recognized; intended but unrecognized)
- Istilah-istilah di atas diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa pembentukan karang taruna tidak menyembunyikan maksud tertentu? Karang taruna hendak dimanfaatkan untuk kendaraan politik atau untuk tujuan melestarikan kepentingan?

Pada lazimnya, sebuah lembaga memanifeskan secara gamblang visinya, misinya, tujuannya, target, tupoksi dan semacamnnya sehingga mudah dipahami oleh semua pihak. Sedangkan fungsi laten adaladh sesuatu yang tersembunyi dalam arti tidak dimaneskan. Pertanyaan apakah fungsi lembaga pengadilan, kejaksaan, kepolisian, perpajakan, pendidikan sangat mudah dibaca dalam AD/ARTnya. Tetapi dalam dataran praktis, ditengarai ada beberapa bentuk tindakan yang mwngarah pada fungsi laten dan seorang peneliti bahkan telah mencium gejala markus, markum dan sejenisnya.
Konsep IUR dan UIR berhubungan dengan manifest dan laten dan karena itu dapat membantu peneliti menemukan permasalahan. Ada sesuatu yang intended (dikehendaki) tetapi unrecognized, tidak dapat diterima atau diakui oleh para anggota yang lain yang ada dalam lembaga itu. Contoh, musyawarah desaa mensepakati anggaran rehab kantor desa sejumlah sekian rupiah dan dana ini sebagian dikumpulkan dari warga desa melalui sumbangan semua warga dari dua juta sampai sepuluh juta rupiah. Ada seseorang bertekad memanfaatkan kondisi ini. Dia membuat daftar penyumbang dan mengumpulkan sumbangan tanpa melaalui surat resmi, toh semua warga tahu bahwa desa sedaang menghendaki sejumlah dana untuk rehab kantor. Desa memang benar membutuhkan sekian dana namun, perbuatan seseorang di atas tentu tidak akan diakui oleh para pamong desa maupun warga desa. Bisa jadi, orangtersebut dipanggil untuk diberi peringatan keras meskipun dia punya logika bahwa desa sedang menghendaki sejumlah dana melalui sumbangan para warga desa.
Konsep lain adalah konsekwensi yang tidak dikehendaki (unintended consequences). Dalam proses interaksi sosial, misalnya interaksi guru murid. Guru menunaikan tugas fungsionalnnya sebagai pendidik yang mentransfer pengetahuan, skill maupun sopan santun etis kepada para murid. Namun dia menjumpai ada satu murid yang sangat nakal. Guru telah sering member teguran tetapi kenyataannya sia-sia. Ada satu kali waktu di mana guru bertindak tidak sekedar menegur dengan kata-kata. Dia mendekati murid tersebut lalu menjewer telinganya. Tindakan ini dia lakukan dengan tujuan anak muridnya ini menghentikan atau mengurangi kenakalannya. Esok harinya, dating sejumlah warga berbodong-bondong memprotes tindakan guru yang kasar kepada muridnya dan mendesak kepala sekolah agar segera memindahkan guru tersebut. Inilah gambaran tentang konsekwensi yang tidak dikehendkai. Sang guru yang bertindak menjewer muridnya, sebenarnya, bertujuan agar kenakalan muridnya berhenti atau berkurang, tetapi kenyataan yang diterima tidaklah sesuai dengan apa yang dia kehendaki.
Tentang tiga postulat dalam teori fungsionalisme. Tiga postulat itu adalah:
1. Functional unity in society,
2. Func tional universalism,
3. Indispensibility.
Tiga postulat di atas dapat dijabarkan menjadi hipotesis untuk kepentingan penelitian lapangan. Postulat pertama menjelaskan demikian, bahwa setiap aktivitas sosial atau item budaya yang terstandard secara fungsional menyatu dalam masyarakat. Artinya, item budaya atau aktivitas sosial itu diterima masyarakat. Masyarakat tidak memperotes aktivitas tertentu itu, missal aktivitas TPQ yang mengajarkan baca tulis al-Quran, play group, kelompok belajar.Sebaliknya aktivitas atau item budaya yang diprotes atau tidak dapat diterima masyarakat semisal togel, sabu-sabu, pemalsuan produk. Contoh terakhir ini memang jelas-jelas sesuatu yang dilarang. Namun masih ada sejenis aktivitas yang tidak terstandard, di sisi lain, secara hukum tidak ada ketegasan larangan, missal, aktivitas sekelompok anak muda gang motor yang setiap malam minggu berkumpul dan mengadakan semacam balapan. Contoh lain, ada sejumlah anak siswa pada jam belajar aktif malah be rkeliaran di perbelanjaan atau ditempat lain. Dua contoh aktivitas terakir ini jelas sulit diterima oleh masyarakat, namun secara hukum, dua aktivitas itu tidak melanggar hukum.
Postulat kedua berarti bahwa item budaya atau aktivitas sosial terstandard itu membberi fungsi positif dalam makna memeberi manfaat dan karena itu diterima oleh masyarakat. Potulat yang ketiga juga terkait dengan yang pertama dan yang kedua. Karena memberi fungsi positif maka item budaya itu diperlukan dan dibutuhkan.
Postulat dalam teori fungsionalisme membantu peneliti menemukan permasalahan. Demikian pula halnya dengan disfungsi. Adakah ditemukan sesuatu yang disfungsi dan bagaimana kebijakan institusi mengatasi tenaga kerja yang ditengarai disfungsinal. Tenaga itu secara umum sudah integrative dan adaptif dengan tugas yang dibebankan kepadanya, namun, seiring perkembangan budaya dan teknologi modern, dipandang ada lubang lubang kekurangan.
Disfungsi juga berarti demikian, seperangkat aturan ini fungsional bagi murid, tetapi disfungsional bagi karyawan administrasi, fungsional bagi karyawan tetapi disfungsional bagi guru, fungsional bagi staf tetapi disfungsional bagi direktur atau sebaliknya, fungsional bagi direktur tetapi disfungsional bagi staf.

Permasalahan lain yang mungkin juga layak diteliti adalah:

1. Kondisi apa yang dihasilkan oleh aktivitas yang telah dikerjakan selama ini yang dapat temukan? Ini persoalan tentang apakah fungsi ini atau itu telah menghasilkan sesuatu?.
2. Ketika proses fungsional tengah berlangsung, kondisi-kondisi apa yang dapat ditemukan? apa ada perubahan, dan pengembangan?
3. Di samping perubahan dan pengembangan, masalah lain yang dapat diteliti saat proses fungsional berlangsung adalah prasyarat fungsional yang terkait dengan tenaga; tenaga pendidik dan tenaga administrasi. Apakah semua tenaga menunaikan tugas fungsionalnya memenuhi norma yang berlaku? Apakah integrasi normatifnya dapat diukur? Apakah integrasi fungsionalnya dapat dikukur. Misal, secara normatif ditetapkan bahwa tatap muka satu pelajaran dalam satu semester 15 kali. Apakah kualitas integrasi guru terhadap norma tatap muka ini terpenuhi? Apakah ada yang kurang integratif? Demikian pula dengan integrasi fungsional yang mencakup di dalamnya kualitas ajar atau materi ajar? Masalah integrasi, adaptasi adjustment tidak hanya sebatas untuk meneliti tenaga pendidik melainkan juga dapat digunakan untuk meneliti tenaga administrasi Apakah kualitas adjusment atau adaptive dalam sebuah struktur sosial dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan struktur dan masyarakat

4. Apakah ada program unggulan? sebagai keistimewaan atau ciri khas dari lembaga ini? Apa dapat diukur kualiats unggulannya? Apakah prasyarat fungsional terpenuhi dalam program unggulan?

5. Tentang teori strukturasi. Teori ini digagas oleh Anthony Giddens dalam bukunya “ Central Problems in Social Theory” .Teori ini mengkaji atau meneliti “structural properties” yakni segala sesuatu yang melekat atau menjadi milik struktur dan menekankan perhatiannya lebih kepada . rules dan resource. Rules adalah aturan-atursn yang dimiliki oleh sebuah struktur, sedangkan resource menunjuk kepada power, otoritas, dominasi, legitimasi, alokasi, penempatan sdm secara tepat, jaringan kerja, yakni segala hak milik yang melekat dalam suatu struktur. Menurut teori ini, ruler dan resources digunakan oleh para pelaku dalam proses reproduksi sosial yakni melalui interaksi, iterrelasi dan atau interdependensi satu dengan lainnya. Giddens mengnalisis structural properties antara lain rules, interaksi, modalitas sanksi, skema penafsiran, power, dominasi, ideologi, peranan, perubahan, historisitas, jaringan kerja. Analisis ini juga dilengkapi dengan penjelasan secukupnya.

6. Pengayaan wawasan
.
Struktur konkrit, analitik, ideal dan aktual, institusi.
Struktur konkrit didefisnisikan sebagai abstraksi teoritik yang berguna untuk membedakan secara fisik satu struktur dari struktur lainnya. Struktur fisik makhluk hidup berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Secara fisik, struktur manusia berbeda dari hewan. Hewan pun masih dapat dibeda-bedakan karena struktur fisiknya. Inilah yang dimaksud dengan struktur konkrit. Jika konsep ini diterapkan untuk fenomena sosial, maka konsep ini menunjuk pada bangunan fisik sebagai tempat di mana relasi-relasi sosial berlangsung di sana. Rumah tangga adalah struktur konkrit sebagai tempat tinggal keluarga di mana relasi sosial terjadi di dalamnya. Rumah tangga untuk sebuah keluarga berdiri di satu tempat tertentu terpisah dari rumah tangga lainnya. Demikian pula organisas-organisasi sosial, lembaga-lembaga sosial baik negeri maupun swasta dan beberapa partai politik. Mereka memiliki tempat (kantor) yang secara fisik terpisah antara satu lembaga dari lembaga lainnya.
Di sisi lain, struktur konkrit juga menunjuk pada struktur tindakan sosial para anggota atau para individu dalam suatu unit atau dalam suatu lembaga atau dalam suatu masyarakat. karena masyarakat adalah struktur konkrit yang menempati suatu daerah tertentu (desa, kampung, perumahan) yang terpisah secara fisik dari mayarakat lainnya.
Struktur tingkah laku antar anggota dalam lembaga-lembaga tersebut diatur dan ditentukan sedemikian rupa dalam melakukan kontak sosial, misal, dialog, konsultasi, protes, bertanya, instruksi, kordinasi, pembagian tugas, rapat kerja, rapat pimpinan, kemitraan dll. Struktur tingkah laku demikian ini disebut juga dengan pola-pola tingkah laku.
Struktur konkrit dibedakan dari struktur analitik. Tetapi sebelum membicarakan struktur analitik, ada baiknya terlebih dahulu membicarakan aspek ekonomi, aspek politik, aspek agama, aspek pendidikan yang terdapat dalam fenomena sosial. Aspek-aspek ini semua bisa saja menjadi bahan diskusi atau pembicaraan serius dalam sebuah struktur konkrit. Karena itu, meskipun aspek-aspek ini tidak mempati tempat tertentu dalam masyarakat, namun aspek-aspek ini ada, eksis dan menjadi bagian dari pembicaraan sehari-hari di warung, di rumah, di masjid, di lembaga-lembaga tertentu. Aspek-aspek inilah yang diwadahi dalam konsep “struktur analitik” untuk dibedakan dari aspek konkrit. Sudah tentu struktur analitik ini bisa dikonkritkan menjadi struktur konkrit atas inisiatif para individu yang berkepentingan.
- Struktur analitik didefinisikan sebagai struktur (pola tindakan) yang menegaskan adanya berbagai aspek yang secara fisik-konkrit tidak terpisah-pisah antara satu aspek dari aspek lainnya.
Institusi. Institusi didefinisikan oleh Talcott Parson sebagai “suatu pola normatif” (any normative pattern) dalam sistem sosial yang sama secara umum (misal, dalam lembaga kepramukaan, LSM, lembaga profesional, partai politik dll; di dalamnya berlaku norma-norma khas seperti norma untuk dipilih menjadi ketua, menjadi direktur, menjadi rektor dll). Bisa menyesuaikan dengan norma-norma itulah yang diharapkan dan sebaliknya, jika tidak sesuai norma yang diharapkan akan menimbulkan rasa kecewa atau amarah.
Struktur ideal dan aktual. Struktur ideal didefiinisikan sebagai struktur-struktur ideal yang para warganya dalam suatu sistem seharusnya merasa tingkah lakunya merupakan bagian dari struktur tersebut. Ide-ide, gagasan-gagasan, rencana-rencana, jadwal kegiatan adalah gambaran struktur ideal yang terdapat di dalam diri kita baik apakah struktur itu kita sendiri yang menyusun ataukah pihak lain yakni lembaga di mana kita bekerja. Ide-ide tersebut lazim telah tersusun tertib, misal, jam sekian kita menyelesaikan ini, lalu mengerjakan pekerjaan lainnya, selanjutnya mengerjakan atau membantu atasan, kemudian kordinasi, rapat untuk mengevaluasi dan seterusnya. Jadwal kerja hari esok umumnya juga telah tersusun (terstruktur); pertama menghadiri upacara pembukaan pelatihan kerja, kemudian meneruskan sisa perkerjaan kemaren, lalu menghubungi unit puskom menanyakan apakah SK kepanitiaan sudah siap untuk ditanda tangani dan seterusnya.
Struktur aktual didefinisikan sebagai struktur-struktur aktual di mana para warga dalam sebuah sistem secara faktual bertingkah laku atau bekerja yang secara obyektif dapat diobservasi dan digambarkan dengan menggunakan teori ilmiah. Generalisasi di bawah ini terkait dengan kedua konsep tersebut untuk kepentingan membuat analisis yang relevan. Pertama, setiap orang bisa melakukan pemilahan antara struktur ideal dengan struktur aktual. Kedua, pola-pola ideal dan aktual dalam sebuah sistem tidak pernah bisa sesuai sepenuhnya (sering terjadi tingkahlaku aktual yang tidak sesuai dengan pola yang ideal disebabkan oleh satu dan lain hal). Ketiga, para anggota dalam sebuah sistem memiliki kesadaran bahwa secara faktual struktur ideal dan aktual tidak pernah sesuai sepenuhnya. Keempat, berbagai sumber penyebab terjadinya kesenjangan dan atau ketegangan yang muncul dalam sistem sosial secara faktual dikarenakan struktur ideal dan aktual tidak bisa sepenuhnya sesuai. Kelima, tidak jauh berbeda dari generalisasi keempat, bahwa beberapa kemungkinan terjadi integrasi dalam sebuah sistem sosial secara faktual juga disebabkan oleh struktur ideal dengan aktual yang tidak bisa sepenuhnya sesuai (cf. kaidah fiqhiyah, ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh). Keenam, tidak terjadinya kesesuaian antara struktur aktual dengan ideal sepenuhnya tidak bisa dijelaskan dari ada “hipokrit” (kemunafikan) sebagai satu-satunya penjelasan. Ketujuh, untuk terpenuhinya kesesuaian struktur aktual dengan ideal dibutuhkan sejumlah pengetahuan, motivasi tinggi dari semua anggota sistem memberikan perhatian terhadap terciptanya situasi yang aktual-ideal.

Surabaya, 22-03-2010
a.khozin afandi

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)

A. PENGERTIAN

Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklus, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.

Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti.

B. MODEL–MODEL ACTION RESEARCH

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.

Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama

C. MASALAH CAR

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR.

1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru

2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran

3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru

4. Masalah yang Terlalu Besar

5. Masalah yang Terlalu Kecil

6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis

7. Masalah yang Anda Senangi

8. Masalah yang Riil dan Problematik

9. Perlunya Kolaborasi

D. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini.

2. Pemilihan Masalah

Anda tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat memilih masalah secara tepat, Anda perlu menyusun masalah-masalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.”

3. Deskripsi Masalah

Setelah Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang terlibat.

4. Rumusan Masalah

Setelah Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan:

1. Siapa yang terkena dampak negatifnya?
2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
3. Masalah apa sebenarnya itu?
4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).

E. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Teori

Dalam membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan “analisis penyebab masalah” sekaligus membuat “hipotesis tindakan” yang akan diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada
2. Hipotesis Tindakan

Lakukanlah analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan mana yang akan berdampak paling efektif.

H. KESIMPULAN CAR

1. Kesimpulan

Kesimpulan tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis yang telah dikemukakan.

2. Saran

Karena CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat.

I. DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka mencerminkan penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran yang Anda minati. Di samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar pustaka mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitian terbaru yang sedang ngetren.

Disampaikan oleh : Dra. Farida Ariani, M.Pd dalam Seminar sehari Penelitian Tindakan Kelas di Pontianak